Aku mau berbagi sedikit tentang makna dibalik sajak keren WS Rendra yang judulnya Sajak Orang Kepanasan. Btw ini tugas ujian akhir sekolahku ya, guys 😉
Puisi
ini merupakan salah satu puisi terbaik WS Rendra yang bertemakan
sosial, puisi ini menyuarakan satu sindiran keras, dengan menghadirkan
pertentangan antara orang yang berkuasa dan masyarakat lemah. Karya WS
Rendra ini pertama kali terbit sekitar tahun 1985, diterbitkan dalam
kumpulan “Nyanyian Orang Urakan” oleh Mangap Studio, dan pernah
dibawakan didepan pimpinan DPR tahun 1998.
Dalam puisi ini WS Rendra menyusun 12 Cause untuk menciptakan 6 Effect yang amat kuat. Lebih kerennya lagi, WS Rendra memakai kata "kami" vs "kamu" yang membuat pendengar/pembaca tercekat, karena "kami" vs "kamu" itu mengandung kontras jumlah. Dimana "kami" lebih banyak dari "kamu", sehingga pembaca/pendengar merasa terwakili & berasa berada dijumlah yang banyak.
Dan dalam puisi ini juga menggunakan majas tautologi, yaitu gaya bahasa yang mengulang sebuah kata dalam kalimat, contohnya pada penggalan sajak “maka TIDAK dan TIDAK kepadamu”
Dalam puisi ini, tokoh "kami" adalah tokoh dalam keadaan miskin, kekurangan, dan tidak berdaya. Terlihat dari :
bait pertama baris pertama dan ketiga:
“Karena kami makan akar,
Karena kami hidup berhimpitan”
bait kedua baris pertama dan ketiga:
“Karena kami kucel,
Karena kami sumpek”
bait ketiga baris pertama dan ketiga:
“Karena kami terlantar dijalan,
Karena kami kebanjiran”
bait kelima baris ketiga:
“Karena kami cuma bersandal”
Nah, dari penggalan sajak di atas, saya beranalisis bahwa tokoh "kami" ini menggambarkan orang-orang dengan kondisi hidupnya, penampilannya, dan tempat tinggalnya yang sangat buruk.
Sebaliknya, tokoh "kamu" dalam puisi ini keadaan hidupnya seba enak dan berada dalam keadaan kaya. Terlihat dari:
bait pertama baris kedua dan keempat:
“dan terigu menumpuk di gudangmu,
dan ruangmu berlebihan”
bait kedua baris kedua:
“dan kamu gemerlapan”
bait ketiga baris kedua dan keempat:
“dan kamu memiliki semua keteduhan,
dan kamu berpesta di kapal pesiar”
bait kelima baris keempat:
“dan kamu bebas memakai senapan”
Tokoh "kamu" disini juga digambar tidak peduli, menindas, dan yang paling berkuasa di atas ketidakberdayaan tokoh "kami". Terlihat jelas pada penggalan sajak:
“Karena kami dibungkam,
dan kamu nyerocos bicara,
Karena kami diancam
dan kamu memaksakan kekuasaan,
Karena kami tidak boleh memilih,
dan kamu bebas berencana”
Perbedaan status sosial disini seakan-akan menjadi penghalang kebersamaan antara tokoh “kamu” yang kaya raya dengan tokoh “kami” yang miskin.
Penolakan tokoh “kami” pada tokoh “kamu” yang selalu saja semena-mena terlihat jelas dan tegas pada penggalan sajak:
“maka kami bilang TIDAK kepadamu,
maka TIDAK dan TIDAK kepadamu”
Sajak Orang Kepanasan ini sangat berkaitan dengan kehidupan saat ini yang mungkin “kami” vs “kamu” juga bermakna “rakyat” vs “negara”, karena tak jarang rakyat hanya menjadi penonton di pinggiran dan dilarang berkomentar, sedangkan para pejabat lebih mementingkan urusan pribadinya ketimbang rakyatnya.
Sajak ini juga menggambarkan dengan jelas bahwa perbedaan status sosial itu begitu dipermasalahkan.
Tapi sebagai rakyat Indonesia, kita tetap dan harus senantiasa percaya diri, bahwa didalam lorong jalan bangsa yang paling gelap gulita pun senantiasa pasti ada secercah cahaya yang memandu dan memberi harapan untuk menyongsong sebuah era baru, paradigma baru, dan peradaban baru bagi masa depan Indonesia baru.
Seperti penggalan sajak di bait akhir:
“Karena kami arus kali,
dan kamu batu tanpa hati,
maka air akan mengikis batu”
Ini memperlihatkan bahwa perlahan-lahan penguasa itu akan tumbang juga.
Dalam puisi ini WS Rendra menyusun 12 Cause untuk menciptakan 6 Effect yang amat kuat. Lebih kerennya lagi, WS Rendra memakai kata "kami" vs "kamu" yang membuat pendengar/pembaca tercekat, karena "kami" vs "kamu" itu mengandung kontras jumlah. Dimana "kami" lebih banyak dari "kamu", sehingga pembaca/pendengar merasa terwakili & berasa berada dijumlah yang banyak.
Dan dalam puisi ini juga menggunakan majas tautologi, yaitu gaya bahasa yang mengulang sebuah kata dalam kalimat, contohnya pada penggalan sajak “maka TIDAK dan TIDAK kepadamu”
Dalam puisi ini, tokoh "kami" adalah tokoh dalam keadaan miskin, kekurangan, dan tidak berdaya. Terlihat dari :
bait pertama baris pertama dan ketiga:
“Karena kami makan akar,
Karena kami hidup berhimpitan”
bait kedua baris pertama dan ketiga:
“Karena kami kucel,
Karena kami sumpek”
bait ketiga baris pertama dan ketiga:
“Karena kami terlantar dijalan,
Karena kami kebanjiran”
bait kelima baris ketiga:
“Karena kami cuma bersandal”
Nah, dari penggalan sajak di atas, saya beranalisis bahwa tokoh "kami" ini menggambarkan orang-orang dengan kondisi hidupnya, penampilannya, dan tempat tinggalnya yang sangat buruk.
Sebaliknya, tokoh "kamu" dalam puisi ini keadaan hidupnya seba enak dan berada dalam keadaan kaya. Terlihat dari:
bait pertama baris kedua dan keempat:
“dan terigu menumpuk di gudangmu,
dan ruangmu berlebihan”
bait kedua baris kedua:
“dan kamu gemerlapan”
bait ketiga baris kedua dan keempat:
“dan kamu memiliki semua keteduhan,
dan kamu berpesta di kapal pesiar”
bait kelima baris keempat:
“dan kamu bebas memakai senapan”
Tokoh "kamu" disini juga digambar tidak peduli, menindas, dan yang paling berkuasa di atas ketidakberdayaan tokoh "kami". Terlihat jelas pada penggalan sajak:
“Karena kami dibungkam,
dan kamu nyerocos bicara,
Karena kami diancam
dan kamu memaksakan kekuasaan,
Karena kami tidak boleh memilih,
dan kamu bebas berencana”
Perbedaan status sosial disini seakan-akan menjadi penghalang kebersamaan antara tokoh “kamu” yang kaya raya dengan tokoh “kami” yang miskin.
Penolakan tokoh “kami” pada tokoh “kamu” yang selalu saja semena-mena terlihat jelas dan tegas pada penggalan sajak:
“maka kami bilang TIDAK kepadamu,
maka TIDAK dan TIDAK kepadamu”
Sajak Orang Kepanasan ini sangat berkaitan dengan kehidupan saat ini yang mungkin “kami” vs “kamu” juga bermakna “rakyat” vs “negara”, karena tak jarang rakyat hanya menjadi penonton di pinggiran dan dilarang berkomentar, sedangkan para pejabat lebih mementingkan urusan pribadinya ketimbang rakyatnya.
Sajak ini juga menggambarkan dengan jelas bahwa perbedaan status sosial itu begitu dipermasalahkan.
Tapi sebagai rakyat Indonesia, kita tetap dan harus senantiasa percaya diri, bahwa didalam lorong jalan bangsa yang paling gelap gulita pun senantiasa pasti ada secercah cahaya yang memandu dan memberi harapan untuk menyongsong sebuah era baru, paradigma baru, dan peradaban baru bagi masa depan Indonesia baru.
Seperti penggalan sajak di bait akhir:
“Karena kami arus kali,
dan kamu batu tanpa hati,
maka air akan mengikis batu”
Ini memperlihatkan bahwa perlahan-lahan penguasa itu akan tumbang juga.
Nezlynda,
18/03/14
2 comment:
kasih orang kesempatan lah buat ngecopy analisasnya!
Terima kasih atas infonya gan, membantu banget buat ngisi tugas sekokah ane.
Posting Komentar