Makalah : Prinsip Pengembangan Kultivar

 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benih ataupun bibit, sebagai produk akhir dari suatu program pemuliaan tanaman, yang pada umumnya memiliki karakteristik keunggulan tertentu, mempunyai peranan yang vital sebagai penentu batas-atas produktivitas dan dalam menjamin keberhasilan budidaya tanaman. Sampai saat ini, upaya perbaikan genetik tanaman di Indonesia masih terbatas melalui metode pemuliaan tanaman konvensional, seperti persilangan, seleksi dan mutasi, dan masih belum secara optimal memanfaatkan aneka teknologi pemuliaan modern yang saat ini sangat pesat perkembangannya di negara-negara maju. Tujuan pemuliaan masih berkisar pada upaya peningkatan produktivitas, ketahanan terhadap hama dan penyakit utama dan toleransi terhadap cekaman lingkungan (Al, Fe, kadar garam, dll), pemuliaan kearah karakter kualitas paling sering dijumpai pada komoditas hortikultura Pada umumnya, kegiatan pemuliaan di Indonesia masih didominasi oleh lembaga- lembaga pemerintah, sedangkan pihak swasta masih terbatas dalam upaya propagasi (perbanyakan) tanaman dan relatif sedikit yang sudah mengembangkan divisi R & D-nya. Riset pemuliaan molekuler masih sangat terbatas. Pemberlakuan UU No. 29 tahun 2000, yang memberikan perlindungan dan hak khusus bagi pelaku riset pemuliaan, memberi peluang untuk berkembangnya industri perbenihan kompetitif yang berbasis riset pemuliaan.

Dua dekade lagi, kira-kira pada tahun 2025, negara kita diprediksikan akan dihuni oleh penduduk yang mencapai sekitar 273 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 0.9%sampai 1.3 % per tahun (BPS, 2007). Adanya jumlah penduduk yang sangat besar menyebabkan kebutuhan akan pangan menjadi meningkat, terutama terhadap beras, ditambah dengan adanya beragam permasalahan krusial lainnya yang terkait erat dengan bidang pertanian, seperti (diantaranya): produksi beberapa komoditas yang masih belum mencukupi kebutuhan/stok dalam negeri (misalnya padi, kedelai dan jagung), adanya penurunan produktivitas lahan, tingginya laju konversi lahan pertanian ke non-pertanian (sekitar 50 ribu ha per tahun), angka kemiskinan (berkisar 16%; BPS, 2006) dan pengangguran yang masih cukup tinggi (10%; BPS, 2007), serta terjadinya degradasi kualitas sumber daya alam akibat dari proses pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Dengan beragamnya permasalahan yang ada, bila tanpa diimbangi dengan upaya-upaya yang strategis dan komprehensif dalam mengatasinya, maka akan menyebabkan permasalahan menjadi makin kompleks, yang salah satunya dapat berakibat pada melemahnya program ketahanan pangan dan pada gilirannya akan membawa implikasi pada bidang sosial, ekonomi, bahkan politik di tanah air. Oleh karena itu, upaya yang serius dalam membangun pertanian menjadi hal yang mutlak dilakukan.

Pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPKK) beberapa waktu lalu oleh pemerintah, sebagai program dalam rangka pengurangan kemiskinan, pengangguran dan peningkatan daya saing bangsa, membawa harapan baru bagi upaya pembangunan pertanian (arti luas) yang komprehensif, mandiri, inovatif serta mampu mensejahterakan petani dan stake holders lainnya. RPKK yang di dalamnya mencakup pembangunan ketahanan pangan, secara eksplisit menjabarkan langkah- langkah kebijakan operasionalnya, yang diantaranya meliputi peningkatan produksi pangan domestik meliputi kuantitas, kualitas dan keragamannya (RPKK, 2005). Terkait dengan hal di atas dan terlebih mengingat bahwa Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, salah satu strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan produktivitas, kualitas serta daya saing komoditas tanaman adalah melalui pendekatan pemuliaan tanaman. Melalui kegiatan pemuliaan, diharapkan dapat dihasilkan beragam kultivar unggul baru, selain memiliki produktivitas yang tinggi, juga memiliki beberapa karakter lain yang mendukung upaya peningkatan kualitas dan daya saing. Pemuliaan tanaman sendiri didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan genetik tanaman (modifikasi gen ataupun kromosom) untuk merakit kultivar/varietas unggul yang berguna bagi kehidupan manusia.

1.2 Tujuan

- Untuk mengetahui pengertian kultivar

- Untuk mengetahui tipe-tipe kultivar

- Untuk mengetahui pengembangan kultivar secara aseksual

- Untuk mengetahui pengembangan kultivar secara seksual atau penyerbukan sendiri

- Untuk mengetahui pengembangan varietas multilini 


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kultivar

Kultivar secara sederhana adalah jenis tanaman yang telah ditanam dan dibesarkan oleh manusia. Kultivar dibuat ketika orang mengambil spesies tanaman dan membiakkannya untuk karakteristik tertentu, seperti rasa, warna, atau ketahanan terhadap hama. Tanaman dibiakkan dengan sengaja sampai sifat yang diinginkan menjadi sangat kuat dan terlihat. Ada ratusan kultivar dari satu spesies, contohnya brokoli. Namun, harus berhati-hati agar tidak salah mengartikan kultivar sebagai varietas, yang merupakan versi alami dari tanaman tersebut. Salah satu cara untuk membedakan suatu kultivar dari suatu varietas adalah dengan melihat nama ilmiahnya. Kultivar memiliki aturan penamaan yang sangat spesifik. Ini pertama memiliki genus dan spesies dalam huruf miring, diikuti dengan nama kultivar dalam tanda kutip tunggal. Sebagai contoh, berikut adalah nama varietas apel Granny Smith: Malus domestica ‘Granny Smith’. Jika namanya tidak dieja seperti ini, itu bukan kultivar.

Kultivar adalah pengelompokan dasar, atau takson (= kulton), untuk varietas yang dibudidayakan. Kata kultivar diciptakan oleh L. H. Bailey pada tahun 1923 dan sekarang umum digunakan. Penamaan kultivar diatur oleh Kode Nomenklatur Internasional untuk Tanaman yang Dibudidayakan (ICNCP), versi saat ini yang diterbitkan pada tahun 1995. Versi baru harus segera diterbitkan. Ini adalah sistem terpisah dari yang digunakan untuk tanaman liar, Kode Internasional Nomenklatur Botani (ICNB). “Dengan tanaman yang dibudidayakan adalah tumbuhan yang dibudidayakan dalam budidaya yang cukup berbeda dari nenek moyang mereka atau, jika dibawa ke budidaya dari alam liar, cukup layak dibedakan dari populasi liar untuk tujuan hortikultura untuk mendapatkan nama-nama khusus”. W. T. Stearn (1986)

Peringkat kultivar (ICNCP) tidak sama dengan variasi kategori atau bentuk di ICBN. Nama kultivar hanya dapat diberikan kepada tanaman yang dibudidayakan yang asalnya atau pilihannya terutama karena tindakan yang disengaja manusia. Bentuk-bentuk normal tanaman yang dibawa dari alam liar ke budidaya tetap menggunakan nama yang sama (ICBN) dan bentuk-bentuk tanaman yang sama yang dipelihara semata-mata oleh praktik budidaya tidak memenuhi syarat untuk status kultivar. Penting untuk dicatat bahwa tidak semua tanaman dalam budidaya adalah kultivar, dan tidak semua kultivar dalam budidaya. Setara dengan tipe ICBN adalah standar. Ini biasanya termasuk spesimen herbarium dan deskripsi. Standar hanya dapat berupa deskripsi atau ilustrasi dan dalam kasus tanaman biji-bijian biasanya hanya berupa sampel benih.

2.2 Contoh Kultivar

Tanaman yang dapat dianggap sebagai kultivar contohnya meliputi :

• hibrida yang disengaja

• hibrida tak sengaja dalam budidaya

• seleksi dari stok budidaya yang ada

• seleksi dari varian dalam populasi liar dan dipelihara sebagai entitas yang dikenali semata-mata oleh perbanyakan terus menerus

Hibrida, yang dibuat secara seksual, dapat dipelihara secara aseksual atau dengan biji. Hibrida F1, yang perlu diciptakan kembali untuk setiap generasi baru, memenuhi syarat sebagai kultivar jika persilangan menghasilkan bentuk yang stabil dan dapat diulang.

Pilihan biasanya diperbanyak secara aseksual (dikloning) untuk mempertahankan bentuk tanaman tertentu. Klon dapat dibuat dengan berbagai cara. Sebagai contoh, mereka dapat diambil dari bagian tanaman yang menghasilkan kebiasaan pertumbuhan tertentu seperti ketika tanaman sujud berasal dari stek cabang lateral. Beberapa klon mempertahankan fase tertentu dari siklus hidup tanaman. Misalnya banyak kultivar Ficus dipilih dari bentuk daun remaja yang dipertahankan dalam keadaan remaja. Sumber umum dari kultivar baru adalah pertumbuhan menyimpang seperti variegasi daun.

2.3 Kultivar Tanaman

Tempat umum untuk menemukan kultivar adalah dengan melihat tanaman yang kita makan, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan tanaman lainnya. Seperti yang Anda lihat, apel Granny Smith sangat beragam. Faktanya, banyak jenis apel yang akan Anda lihat di toko kelontong, seperti Red Delicious, adalah kultivar Malus domestica.

Jenis tomat yang umum juga adalah kultivar Solanum lycopersicum. Ini termasuk tomat ceri, tomat Big Boy, dan tomat pusaka, di antara banyak lainnya. Beberapa kultivar tanpa biji, seperti anggur dan semangka tanpa biji, membuatnya sedikit lebih jelas bahwa mereka tidak muncul secara alami. Kultivar tanpa biji tidak dapat berkembang biak tanpa bantuan manusia.

Banyak kultivar dapat berkembang biak sendiri, tetapi mereka tidak harus mampu melakukannya untuk menjadi kultivar yang layak. Bahkan jika mereka dapat berkembang biak, kultivar yang ditanam dari biji tidak akan tetap setia pada tanaman induknya seperti varietas liar yang ditanam dari biji. Anda jauh lebih mungkin mendapatkan varietas tomat yang Anda inginkan jika Anda membeli bibit daripada jika Anda membeli paket benih. Banyak kultivar ditanam dengan sengaja di setiap generasi menggunakan stek atau metode lain, daripada mencoba menumbuhkan tanaman yang benar dari biji.

2.4 Kultivar Hias

Kultivar juga umum di antara tanaman hias. Ada sekitar 100.000 kultivar anggrek yang berbeda. Bunga dan tanaman hias dibiakkan untuk warna, ukuran, dan atribut lainnya dengan cara yang sama seperti tanaman tanaman dibiakkan. Apa pun jenis tanamannya, kultivar harus jelas unik dalam beberapa hal untuk menjadi kultivar resmi. Misalnya, Rosa damascena ‘Trigintipetala’ adalah kultivar mawar Damaskus yang menonjol karena warna merah jambu dan baunya yang khas. Ciri-ciri ini membedakannya dari kultivar mawar Damaskus lainnya. Ada banyak jenis pohon dan tanaman hias lainnya yang juga memiliki kultivar. Bahkan, jika tanaman memiliki nilai bagi manusia, baik sebagai hiasan atau sebagai makanan, kemungkinan besar tanaman itu memiliki setidaknya beberapa varietas.

BAB III

PENGEMBANGAN KULTIVAR SINTETIS

3.1 Kultivar Galur Murni (Pure Line Cultivars)

Dalam pertanian dan peternakan, galur yaitu sekelompok individu sejenis yang homozigo atau mendekati homozigot untuk satu atau gabungan karakteristik tertentu yang dipersiapkan menjadi penciri galur itu. Dampak kondisi genotipe tersebut, penampilan luar (fenotipe) galur akan seragam.

Galur mampu diwujudkan melewati perkawinan kerabat secara berjalin-jalin. Galur-galur akan sangat cepat terbentuk apabila suatu spesies mampu memainkan selfing ("perkawinan sendiri"), kebanyakan pada generasi ke-6 atau ke-7 setelah selfing berulang-ulang. Semakin tidak jauh hubungan kekerabatannya, semakin cepat galur-galur terbentuk.

Galur murni mampu terjadi apabila perkawinan dalam suatu galur sela dua individu menghasilkan keturunan dengan penampilan standar yang sama dengan kedua tetuanya. Dalam perhewanan, galur murni yang memiliki catatan silsilah mampu disebut sebagai trah, misalnya seperti yang dipraktekkan dalam kinologi. Dalam pemuliaan tanaman, galur murni mampu menjadi yang dipersiapkan menjadi kultivar baru maupun menjadi yang dipersiapkan menjadi tetua sumber dalam pembentukan varietas hibrida atau varietas sintetik.

3.2 Kultivar Bersari Bebas (Open Pollinated Cultivars)

Varietas bersari bebas adalah varietas yang benihnya diambil dari pertanaman sebelumnya, atau dapat dipakai terus-menerus dari setiap pertanamannya dan belum tercampur atau diserbuki oleh varietas lain. Benih yang digunakan tentunya berasal dari tanaman atau tongkol yang mempunyai ciri-ciri dari varietas tersebut. Berdasarkan bahan penyusunnya, varietas bersari bebas dibedakan menjadi varietas komposit dan varietas sintetik.

3.2.1 Varietas Komposit (Composite Cultivars)

Varietas komposit adalah varietas yang berasal dari campuran lebih dari dua varietas yang telah mengalami persilangan bebas/acak (random mating) minimum lima kali. Contoh : varietas Harapan, Bogor Composit-2, Bogor BMR-4, dan Wonosobo Composit.

3.2.2 Varietas Sintetik (Sinthetic Cultivars)

Varietas Sintetik adalah varietas yang berasal dari campuran beberapa galur murni yang telah mengalami penyerbukan sendiri (selfing) minimal satu kali penyerbukan. Contoh : varietas Harapan, Permadi, dan Bogor Sintetik-2.

Suatu varietas bersari bebas yang sudah dilepas dianggap sudah mencapai keseimbangan genetik (genetic equilibrium), artinya frekuensi allel dan genotipe yang dihasilkan selalu sama dari generasi ke generasi. Agar varietas tersebut tidak berubah maka keseimbangan genetik dari varietas tersebut jangan terggangu.

Susunan genetik varietas tersebut tidak akan berubah apabila dipenuhi beberapa hal sebagai berikut :

a. Varietas tersebut ditanam dalam jumlah yang banyak. Minimal jumlah tanaman tidak kurang dari 400 tanaman, lebih banyak lebih baik. Bila varietas tersebut ditanam dalam jumlah hanya 100 tanaman, maka kemungkinan varietas tersebut akan mengalami kemunduran dalam sifat-sifatnya karena adanya tekanan inbreeding sebesar 0,50%. Bila hanya ditanam 200 tanaman, faktor inbreedingnya sebesar 0,25%.

b. Terjadinya perkawinan acak (random mating), artinya terjadi perkawinan bebas secara alami di lahan pertanaman.

c. Tidak ada seleksi ke arah perubahan sifat-sifat tertentu. Adanya seleksi akan mengubah beberapa variabel dan nilai rata-rata suatu sifat. Karena itu perlu dilakukan seleksi negatif, seperti halnya membuang tanaman yang menyimpang.

d. Tidak terjadi migrasi atau pencampuran varietas lain. Pertanaman harus terisolasi dari kemungkinan tercampur dengan varietas lain.

e. Tidak terjadi mutasi. Kalaupun ada mutasi, kemungkinannya sangat kecil.

3.3 Kultivar Hibrida (Hybrid Cultivars)

Dalam pertanian, varietas hibrida adalah kultivar yang adalah keturunan langsung (generasi F1) dari persilangan antara dua atau semakin populasi suatu spesies yang berlainan latar belakangan genetiknya (disebut populasi pemuliaan atau populasi tangkaran). Syarat populasi pemuliaan sebagai mampu dipakai sebagai tetua dalam varietas hibrida adalah homogen dalam penampilan (fenotipe) namun tidak perlu homozigot. Persilangan sebagai penciptaan varietas hibrida mampu terjadi pada pemuliaan tanaman maupun pemuliaan binatang.

Varietas hibrida diproduksi sebagai mengambil definisi dari munculnya kombinasi yang berpihak kepada yang benar dari tetua-tetua yang dipakai. Keturunan persilangan langsung antara dua tetua yang berlainan latar belakangan genetiknya mampu menunjukkan penampilan fisik yang semakin kuat dan semakin memiliki potensi hasil yang melebihi kedua tetuanya. Gejala ini dikenal sebagai heterosis dan adalah dasar bagi produksi beragam kultivar hibrida, seperti jagung, padi, kelapa, sawit, kakao, dan beragam jenis tanaman sayuran seperti tomat, mentimun, dan cabai. Heterosis membuat kultivar hibrida memiliki kekuatan tumbuh (vigor) yang semakin tinggi, relatif semakin tahan penyakit, dan potensi kemudiannya semakin tinggi. Heterosis hendak muncul kuat apabila kedua tetuanya relatif homozigot dan memiliki latar belakangan genetik yang relatif jauh (tidak banyak memiliki kesamaan alel). Khusus dalam pembuatan kelapa hibrida, gejala heterosis tidak dimanfaatkan, tetapi dua sifat berpihak kepada yang benar dari kedua tetua yang tergabung pada keturunannya dimanfaatkan.

Benih varietas hibrida adalah benih yang dihasilkan secara hati-hati dalam ronde yang terkait yang terkendali. Berlainan dengan benih biasa yang dihasilkan secara penyerbukan terbuka oleh angin maupun serangga sehingga sumber serbuk sarinya bisa datang dari mana saja, termasuk dari luar kawasan pertanian. Bila benih hibrida yang ditumbuhkan petani bersifat fertil dan mampu menghasilkan benih, benih yang dihasilkan tersebut tidak dikategorikan sebagai benih hibrida karena mungkin sudah merasakan apa yang disebut dengan pencemaran genetika karena penyerbukan tidak dilakukan pada ronde yang terkait yang terkendali.

Pemanfaatan varietas hibrida dinilai penting demi memberi makan seluruh manusia di bumi yang banyaknya terus berkembang. Menurut pandai Siswono Yudo Husodo, Indonesia menghabiskan kebanyakan uang sampai US$ 10 miliar per tahun sebagai mengimpor bahan pangan ketika sebenarnya mampu melaksanakan riset sebagai mengembangkan varietas yang memiliki produktivitas tinggi.

3.4 Kultivar Multilini (Multiline Cultivars)

Kultivar multilini merupakan campuran/gabungan dari sejumlah kultivar berbeda. Tiap genotip dalam campuran setidaknya sejumlah 5% dari total benih. Kultivar multilini juga tergolong tanaman menyerbuk sendiri. Tujuan dari adanya kultivar multilini yaitu untuk meningkatkan ketahanan. Dalam menghadapi penyakit, sifat tahan biasanya dikendalikan oleh banyak gen/poligen.

3.5 Kultivar Klon (Clonal Cultivars)

Klon adalah suatu kelompok tanaman dalam suatu jenis spesies tertentu yang diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan organ tanaman tertentu dan kelompok tersebut memiliki sifat penciri tertentu yang berbeda dengan sifat yang dimiliki oleh kelompok tanaman lain yang juga diperbanyak secara vegetatif pada jenis yang sama. Karena diperbanyak secara vegetatif maka tingkat keseragaman genetik suatu klon tinggi dan sama dengan induknya. Kalau terjadi ketidak stabilan sifat suatu klon bukan karena faktor genetik, akan tetapi karena adanya perbedaan antar lokasi penanaman.

BAB IV

PENGEMBANGAN KULTIVAR SECARA ASEKSUAL

Pengembangbiakan tanaman merupakan proses peningkatan jumlah tanaman dari spesies atau kultivar tertentu. Pengembangbiakan tanaman dapat dilakukan secara seksual dan aseksual. Metode pengembangbiakan tanaman aseksual menghasilkan tanaman baru dari bagian vegetatif tanaman asal seperti daun, batang dan akar. Metode ini pada umumnya disebut perbanyakan vegetatif. Beberapa tanaman dapat bereproduksi dengan cara vegetatif ini secara alami, tetapi dapat juga diinduksi secara buatan.

Keuntungan utama dari metode perbanyakan vegetatif adalah tanaman baru mengandung materi genetik hanya dari satu tanaman indukmya, sehingga tanaman baru merupakan klon dari tanaman induk. Metode vegetatif ini penting terutama untuk tujuan komersial untuk memperbanyak tanaman dengan kualitas tinggi dan menjamin konsistensi varietas tanaman untuk dihasilkan. Selain itu, dapat juga membantu mempertahankan kualitas yang konsisten dalam produk-produk tanaman atau tanaman pangan. Misalnya dalam perkebunan teh, perbanyakan tanaman baru menggunakan stek untuk menjamin konsistensi rasa dan kualitas tehnya. Keuntungan lain perbanyakan vegetatif adalah tanama tidak melewati tahap bibit imatur sehingga mencapai tahap matang dengan cepat. Hal ini dapat menghemat waktu dan biaya untuk produksi tanaman komersial. Misalnya, dibutuhkan waktu sekitar 3-4 tahun untuk menumbuhkan tanaman teh dari stek untuk siap untuk pemanenan dan pemrosesan menjadi teh, sedangkan pertumbuhan tanaman dari biji memakan waktu jauh lebih lama.

Kesamaan genetik dari proses perbanyakan secara vegetative memudahkan proses budidaya, namun demikian jika klon tanaman tertentu rentan terhadap penyakit tertentu akan ada potensi kerusakan dan musnahnya tanaman secara keseluruhan. Oleh karena itu pemeliharaan variasi genetik harus dilakukan dengan campur tangan manusia, Salah satu cara untuk melindungi mengatasi masalah ini adalah mendirikan bank genetik benih atau tanaman (koleksi plasma nutfah) yang merupakan praktik umum di berbagai sektor tanaman pangan.

4.1 Pengembangbiakan Aseksual Alami

Pengembangbiakan aseksual alami atau biasa disebut perbanyakan vegetatif alami terjadi jika tunas aksilar tumbuh menjadi pucuk lateral dan mampu mengembangkan akarnya sendiri (akar adventif). Struktur-struktur tanaman yang memungkinkan digunakan untuk perbanyakan vegetatif alami meliputi umbi lapis, rhizoma/akar rimpang, geragih/stolon, umbi batang, daun dan tunas/anakan.

a. Umbi lapis merupakan lapisan daun berdaging dan berfungsi sebagai cadangan makanan. Umbi lapis seperti bawang merah membentuk tunas lateral dari basal umbi lapis induk yang menghasilkan umbi lapis baru yang lebih kecil atau selanjutnya menjadi tunas lateral.

b. Rhizoma adalah batang seperti akar yang tumbuh horizontal di dalam tanah. Rhizoma mempunyai nodus dan internodus pendek. Akar dan pucuk baru terbentuk pada nodus yang tumbuh ke atas membentuk tanaman baru. Tunas lateral tumbuh keluar membentuk rhizoma baru. Rhizoma digunakan untuk perbanyakan tanaman jahe, kunyit, lengkuas dan asparagus.

c. Stolon atau runner adalah batang horizontal yang tumbuh di atas tanah, misalnya strawberi. Tanaman kecil terbentuk sepanjang stolon dan akar jika tanaman menyentuh tanah. Ketika hubungan dengan tanaman induk lepas maka tanaman baru menjadi independen. Tumbuhan yang berkembang biak dengan stolon adalah strawberi, pegagan dan rumput teki.

d. Umbi batang merupakan bagian batang yang menggembung yang tumbuh di dalam tanah. Umbi ini menyimpan cadangan makanan sehingga tanaman dapat dorman sepanjang musim dingin.

e. Tunas aksilar (mata tunas), terbentuk di atas permukaan pada umbi dan menghasilkan pucuk-pucuk yang tumbuh menjadi tanaman baru pada musim berikutnya. Tumbuhan yang berkembang biak dengan umbi batang adalah kentang dan ubi jalar. Perbanyakan vegetatif dengan tunas artinya tunas dari tumbuhan induk tumbuh menjadi tumbuhan baru. Tunas tumbuh dari pangkal tumbuhan induk dan menjadi tumbuhan baru. Jarak tunas baru berdekatan dengan tumbuhan induk sehingga membentuk rumpun. Tumbuhan yang berkembang biak dengan tunas adalah pohon pisang, bambu dan tebu. Beberapa tumbuhan juga berkembangbiak dengan tunas adventif. Tunas adventif tumbuh pada bagian tepi daun atau akar tumbuhan. Tumbuhan yang berkembang biak dengan tunas adventif pada akar adalah sukun dan kesemek, sedangkan yang dari daun adalah cocor bebek.

4.2 Pengembangbiakan Aseksual Buatan

Tujuan perkembangbiakan aseksual buatan ini adalah untuk mendapatkan tumbuhan yang memiliki mutu tinggi, antara lain dari buahnya yang banyak, akarnya yang kuat, dan ketahanan terhadap penyakit. Teknik-teknik aseksual buatan bisa menghasilkan varietas baru yang lebih unggul daripada induknya. Terdapat beberapa macam perkembangbiakan aseksual buatan. Berikut ini macam-macam perkembangbiakan aseksual buatan pada tumbuhan dan contohnya.

a. Mencangkok

Mencangkok merupakan salah satu cara paling mudah untuk memperbanyak tumbuhan. Tujuan dari mencangkok adalah untuk mendapatkan keturunan yang lebih bermutu dari suatu tumbuhan dan dapat memperoleh tumbuhan yang berbuah lebih cepat serta mutu produksi sama serta induknya. Sedangkan kekurangan dari mencangkok adalah tumbuhan hasil cangkokan mudah roboh karena hanya memiliki akar serabut saja. Cara mencangkok adalah sebagai berikut :

• Tandai bagian yang akan dicangkok

• Buat sayatan melingkar sepanjang 3 – 5 cm, di bagian bawah kuncup daun.

• Hilangkan kambium dan lendir serta pisau, kemudian keringkan selama 2 – 5 hari.

• Tutup bekas sayatan serta campuran tanah dan pupuk.

• Bungkus bekas sayatan serta plastik berlubang atau sabut kelapa. Selama ditutup, sirami secara teratur bagian nan dibungkus tadi hingga akarnya tumbuh cukup banyak.

• Buka pembungkusnya.

• Potong ranting pada bagian bawah pembungkusnya.

• Ranting yang sudah berakar dipindahkan dan ditanam di dalam pot tersendiri. Tumbuhan hasil cangkokan dapat terus tumbuh sebagai tumbuhan baru.

b. Mengenten (Menyambung)

Mengenten atau menyambung dilakukan serta cara menyambung pucuk tumbuhan serta batang tumbuhan lain. Pucuk diambil dari tumbuhan penghasil buah yang besar dan manis, bunga yang indah, atau daun yang menarik. Sedangkan batang bawah diambil dari tumbuhan berbatang kuat. Tumbuhan yang dapat disambung antara lain kopi, mangga, dan durian. Teknik menyambung ini bertujuan untuk memperoleh tumbuhan yang memiliki akar kuat, batang yang kokoh, serta rasa buah yang enak.

Cara mengenten adalah sebagai berikut :

• Setek

Setek adalah perkembangbiakan pada tumbuhan serta cara menanamkon potongan atau bagian dari tumbuhan. Bagian dari tumbuhan yang dapat ditanam berupa batang, tangkai, atau daun. Tidak semua tumbuhan dapat disetek. Contoh tumbuhan yang dapat disetek adalah singkong dan mawar. Singkong dapat disetek bagian batangnya, sedangkan mawar dapat disetek bagian tangkainya.

• Aseksual Buatan Metode Pelapisan

Metode ini melibatkan pembengkokan cabang atau batang tumbuhan sehingga menyentuh tanah. Bagian cabang atau batang yang bersentuhan serta tanah kemudian ditutup serta tanah. Akar atau akar adventif yang memanjang dari struktur selain akar tumbuhan berkembang di bagian-bagian yang tertutup tanah dan tunas yang menempel (cabang atau batang) serta akar baru dikenal sebagai lapisan. Proses pelapisannya sebenarnya terjadi secara alami. Campur tangan manusia terjadi hanya ketika membengkokkan batang pohon yang diinginkan untuk tumbuh menjadi berakar sampai kemudian bisa dipisahkan dari induk batangnya lalu ditanam di tempat yang terpisah. Caranya, cabang pohon yang terpilih dikikis dan ditutup serta plastik untuk mengurangi hilangnya kelembaban. Setelah itu ditanam di dalam tanah. Akar baru akan berkembang di tempat cabang dikerok. Setelah beberapa waktu, cabang dikeluarkan dari dalam tanah dan dipotong dari induknya kemudian ditanam.

• Aseksual Buatan Teknik Pengisap

Pengertian aseksual buatan teknik pengisap ini merujuk kepada perilaku utama calon tumbuhan baru. Metode pembiakannya dilakukan serta cara menempelkan cabang pohon calon tumbuhan baru pada tumbuhan induk. Karena terlalu banyak anakan dapat menyebabkan ukuran tumbuhan lebih kecil, jumlah yang berlebih akan dipangkas. Anakan yang sudah siap, dipisah dari induk tumbuhan, dipotong dari tumbuhan induk dan dipindahkan ke area baru. Penamaan teknik ini memang unik, perilaku calon tumbuhan baru mirip serta parasit yang mengambil dulu nutrisi dari tumbuhan induk sampai dewasa, kemudian dipindahkan ke area baru.

• Aseksual Kultur Jaringan

Teknik ini merupakan teknik pembiakan sel tumbuhan yang dapat diambil dari berbagai bagian tumbuhan induk. Jaringan ditempatkan dalam wadah yang disterilkan dan dipelihara dalam media khusus sampai terbentuk massa sel yang disebut jaringan kalus. Kalus kemudian dibiakkan dalam media yang sarat hormon penumbuh tumbuhan dan akhirnya berkembang menjadi planlet. Planlet adalah hasil perkembangan kalus yang telah nampak seperti tumbuhan aslinya, memiliki daun, batang, dan akar yang jelas. Saat ditanam, planlet yang sudah matang bisa tumbuh menjadi tumbuhan yang subur.

BAB V

PENGEMBANGAN KULTIVAR PENYERBUKAN SENDIRI

Pengembangbiakan tanaman dibagi menjadi dua, yaitu secara seksual dan aseksual atau penyerbukan sendiri. Perkembangbiakan secara seksual dilakukan melalui perkawinan antara jantan dan betina atau pembuahan. Perkembangbiakan secara seksual disebut juga perbanyakan tanaman secara generatif. Reproduksi secara generatif umumnya terjadi pada tumbuhan berbiji (Spermatophyta), baik yang berbiji tertutup (Angiospermae) maupun berbiji terbuka (Gymnospermae). Alat reproduksi pada perkembangbiakan generatif adalah bunga. Bunga pada tumbuhan berfungsi sebagai alat pembentukan sel-sel kelamin, baik kelamin jantan (benang sari) maupun kelamin betina (putik). Kedua sel kelamin tersebut akan menyatu untuk membentuk biji. Perbanyakan tanaman secara generatif ini kadang disebut juga perbanyakan yang paling mudah. Hal itu karena proses penanamannya sangatlah mudah sebab biji dapat berkembang secara alami di alam. Dengan cara ditanam baik itu ditanah, rockwoll (hidroponik), ataupun lainnya.

Kelebihan perbanyakan secara generatif yaitu pembibitannya dapat dilakukan mudah serta biaya pembibitan akan lebih efisien. Sistem perakarannya akan kuat. Dapat menghasilkan varietas baru. Mempunyai umur produktif yang lebih lama jika dibandingkan dengan perbanyakan tanaman secara vegetatif. Sedangkan kekurangan dari perbanyakan secara generatif yaitu kebanyakan benih tidak mempunyai sifat yang sama dengan induknya. Pertumbuhannya relatif lambat. Menghasilkan banyak benih tanaman yang banyak dengan sifat yang beragam.

Perkembangbiakan tumbuhan secara seksual dibagi menjadi dua, yaitu pada tumbuhan tingkat rendah dan tumbuhan tingkat tinggi. Tumbuhan tingkat rendah melakukan perkembangbiakan dengan cara konjugasi, isogami, anisogami, dan metagenesis. Sedangkan tumbuhan tingkat tinggi menggunakan alat kelamin berupa putik dan benangsari.

5.1 Perkembangbiakan Seksual Tumbuhan Tingkat Rendah

• Konjugasi

Dikutip dari buku Ensiklopedia Sains oleh Sri Winarsih, konjugasi merupakan perkembangbiakan secara kawin pada makhluk hidup yang belum jelas jenis kelaminnya. Contohnya adalah Spirogyra.

• Isogami dan Anisogami

Isogami merupakan perkembangbiakan seksual pada tumbuhan di mana sel kelamin jantan dan betina memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Contohnya adalah ganggang Ulotrich. Sedangkan anisogami merupakan kebalikan dari isogami, di mana sel kelamin jantan dan betina melebur dengan ukuran dan bentuk yang berbeda. Contohnya Oedogonium.

• Metagenesis

Metagenesis merupakan pergiliran keturunan. Perkembangbiakan seksual terjadi bergiliran dengan aseksual. Pada perkembangbiakan jenis ini, ada generasi yang menghasilkan alat kelamin dan generasi berikutnya akan menghasilkan spora.

5.2 Perkembangbiakan Seksual Tumbuhan Tingkat Tinggi

Cara perkembangbiakan tumbuhan secara seksual terjadi akibat pertemuan sel kelamin jantan dan kelamin betina. Pembuahan ini terjadi pada bunga. Sementara itu, pada tumbuhan berbiji, pembuahan hanya akan terjadi bila didahului oleh proses penyerbukan. Penyerbukan atau persarian adalah proses melekatnya atau sampainya serbuk sari ke kepala putik. Penyerbukan dapat terjadi melalui perantara maupun tanpa perantara. Penyerbukan karena adanya perantara dibantu oleh hewan, angin, air, atau manusia.

Sedangkan, penyerbukan tanpa perantara terjadi tanpa bantuan organisme atau benda lain. Apabila serbuk sari telah masak, maka akan langsung melekat pada kepala putik dengan sendirinya. Bunga yang mengalami penyerbukan belum tentu menghasilkan biji yang mengandung zigot. Zigot terbentuk jika penyerbukan diikuti dengan pembuahan. Pembuahan akan mengakibatkan kelopak bunga, mahkota bunga, dan benang sari akan layu dan gugur. Setelah itu, bakal biji akan berkembang menjadi biji yang menghasilkan individu baru.

BAB VI

PENGEMBANGAN VARIETAS MULTILINI

Varietas tahan hama selalu didambakan petani dan merupakan salah satu komponen penting dalam pengendalian hama secara terpadu, oleh karena itu pengadaannya perlu diupayakan terus. Varietas dengan ketahanan tunggal (vertical resistance) mudah patah oleh timbulnya biotipe hama baru. Karena itu perlu diupayakan untuk merilis varietas dengan ketahanan horizontal atau ketahanan ganda (multiple resistance) atau multilini.

Multilini adalah campuran beberapa galur komponennya, masing-masing dengan fenotipe yang sama tetapi dengan gen yang berbeda untuk ketahanan terhadap hama khusus. Pengembangan varietas multilini menyangkut suatu program pemuliaan yang luas untuk mengidentifikasi gen-gen ketahanan dan menyilang-balik galur-galur isogenik. Pendekatan ini telah dilakukan oleh Borlaug (1958) dengan cara menyatukan beberapa gen major ke dalam suatu isogenik, campuran lini-lini tersebut akan menyusun suatu varietas multilini. Strategi ini telah berhasil diterapkan dalam pemuliaan ketahanan oats terhadap Crown rust di Iowa, USA (Browning dan Frey, 1969 cit Pathak dan Kush 1979). Varietas multilini akan memberikan keragaman antara satu dengan yang lain dalam satu pertanaman sehingga akan mengurangi perkembangan hama. Cara ini merupakan suatu usaha untuk mengurangi kepekaan genetik yang biasa dialami oleh varietas dengan ketahanan vertikal.

Menghasilkan varietas multilini atau varietas dengan ketahanan horisontal bukanlah hal yang mudah, diperlukan transfer gen dari satu tanaman ke tanaman lain. butuh biaya dan tenaga yang banyak serta waktu yang lama. Karena itu tidak berlebihan jika disebutkan bahwa pelepasan varietas tahan hama selalu terlambat. Kecepatan menghasilkan varietas tahan hama jauh di bawah kecepatan perkembangan biotipe hama baru. Bahkan selagi pemulia bekerja untuk menghasilkan varietas tahan terhadap suatu biotipe hama, biotipe baru telah muncul pula. Sedemikian banyak dan cepatnya perkembangan hama biotipe baru sehingga pemulia dituntut untuk menghasilkan varietas tahan dalam waktu yang relatif singkat dan ketahanannya bersifat durable. Salah satu penyebab keterlambatan menghasilkan varietas baru adalah metode skrining untuk mengetahui “apakah suatu varietas telah memiliki gen-gen ketahanan atau belum”. Metode yang digunakan membutuhkan waktu 10 hingga 15 tahun. Selain itu, metode yang diterapkan terasa bertele-tele dan karena itu lebih membosankan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan metode skrining yang efektif dan cepat untuk : (1) mendapatkan sumber ketahanan, (2) mengetahui pola atau bentuk pewarisan gen, dan (3) mengetahui mekanisme ketahanan yang dibangun tanaman. Setelah informasi ini dipunyai, pemulia tanaman dapat memutuskan untuk menyatukan gen-gen ketahanan ke dalam satu genotype tertentu sehingga genotype tersebut memiliki ketahanan yang bersifat umum (horisontal) terhadap beberapa biotipe hama tertentu. Perakitan gen-gen ketahanan dapat dilakuan secara konvensional (Kush, 1997) maupun inkonvensional (Arus dan Moreno-Gonzalez, 1993, Liu et al., 2000, Witcombe dan Hash, 2000, Kush, 2002, Gupta et al., 2002, Bar, 2002).

Van der Plank (1963) cit Sutopo dan Saleh (1992) memberikan batasan umum ketahanan horizontal sebagai suatu tipe ketahanan nir-spesifik yang berlaku terhadap semua jenis biotipe dari suatu hama. Varietas multilini dengan tipe ketahanan demikian dapat diperoleh dengan cara mempersatukan beberapa gen ketahanan minor ke dalam suatu varietas dengan karakter agronomik yang unggul melalui pemuliaan konvensional (Kush, 1977) maupun inkonvesional (Arus dan Moreno-Gonzalez, 1993, Liu et al., 2000, Witcombe dan Hash, 2000). Ciri-ciri khusus ketahanan horizontal adalah : (1) biasanya memiliki tingkat ketahanan yang lebih rendah dibandingkan dengan tipe ketahanan vertikal, dan jarang didapat immunitas, (2) diwariskan secara poligenik dan dikendalikan oleh beberapa atau banyak gen, (3) pengaruhnya terlihat dari penurunan laju perkembangan epidemi.

Ketahanan horizontal disebut juga ketahanan kuantitatif. Tanaman yang memiliki ketahanan demikian masih menunjukan sedikit kepekaan terhadap hama tetapi memiliki kemampuan untuk memperlambat laju perkembangan epidemi. Secara teoritis, ketahanan horisontal efektif untuk semua biotipe suatu hama. Oleh karena itu, umumnya sulit dipatahkan meskipun muncul biotipe baru dengan daya serang yang lebih tinggi. Berdasarkan gambaran di atas dapat disimpulkan, bahwa pemanfaatan varietas unggul dengan tipe ketahanan horisontal akan efektif terutama bila pada daerah pertanaman terdapat beberapa biotipe hama, karena varietas ini mempunyai beberapa gen pengendali ketahanan (poligenik) sehingga akan mampu mengendalikan serangan beberapa biotipe hama. Salah satu kerugian pemanfaatan varietas unggul dengan ketahanan horizontal adalah karena sifat ketahanan ini masih memungkinkan terjadinya infestasi oleh hama. Walaupun tingkat infestasi tersebut tidak menimbulkan kerugian ekonomik, tetapi tingkat penerimaan konsumen mungkin menjadi rendah. Misalnya, rendahnya permintaan konsumen atas buah yang luka atau sedikit berlubang, juga hasil biji-bijian yang berubah warnanya akibat serangan hama (Sumarno, 1992).

BAB VII

PENUTUP

7. 1 Kesimpulan

• Kultivar adalah jenis tanaman yang telah ditanam dan dibesarkan oleh manusia. Kultivar dibuat ketika orang mengambil spesies tanaman dan membiakkannya untuk karakteristik tertentu, seperti rasa, warna, atau ketahanan terhadap hama. Tanaman dibiakkan dengan sengaja sampai sifat yang diinginkan menjadi sangat kuat dan terlihat.

• Kultivar dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu kultivar galur murni (pure line cultivars), kultivar bersari bebas (open pollinated cultivars), kultivar hibrida (hibryd cultivars), kultivar multilini (multiline cultivars), kultivar komposit (composite cultivars), kultivar sintetik (synthetic cultivars), dan kultivar klon (clonal cultivars).

• Perkembangbiakan secara aseksual adalah perkembangbiakan tanpa melalui perkawinan serta menggunakan bagian vegetatif tanaman asal seperti daun, batang dan akar. Perkembangbiakan aseksual hanya melibatkan satu induk saja. Metode ini pada umumnya disebut perbanyakan vegetatif. Beberapa tanaman dapat bereproduksi dengan cara vegetatif ini secara alami, tetapi dapat juga diinduksi secara buatan.

• Perkembangbiakan secara penyerbukan sendiri dilakukan melalui perkawinan antara jantan dan betina atau pembuahan. Perkembangbiakan ini disebut juga perbanyakan tanaman secara generatif. Reproduksi secara generatif umumnya terjadi pada tumbuhan berbiji (Spermatophyta), baik yang berbiji tertutup (Angiospermae) maupun berbiji terbuka (Gymnospermae). Alat reproduksi pada perkembangbiakan generatif adalah bunga. Bunga pada tumbuhan berfungsi sebagai alat pembentukan sel-sel kelamin, baik kelamin jantan (benang sari) maupun kelamin betina (putik). Kedua sel kelamin tersebut akan menyatu untuk membentuk biji.

• Kultivar multilini merupakan campuran/gabungan dari sejumlah kultivar berbeda. Tiap genotip dalam campuran setidaknya sejumlah 5% dari total benih. Kultivar multilini juga tergolong tanaman menyerbuk sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Budi. 2021. Pengertian Kultivar dan Contoh Kultivar. Biologi Sridianti.

Carsono, Nono. 2008. Peran Pemuliaan Tanaman dalam Meningkatkan Produksi Pertanian di Indonesia. Jurnal. Universitas Padjadjaran.

Haynes, Cinthia. 2008. Cultivar Versus Variety. Department of Horticulture. Iowa State University.

Ibar. 2013. Jagung Non Hibrida atau Jagung Bersari Bebas. BNS Indonesia.

Mawardi, Surip dan Suhendi Dedy. 2004. Dasar-dasar Pemilihan Bahan Tanam Unggul Dalam Kaitannya Dengan Manajemen Produksi Dan Mutu dalam Materi Kursus Budidaya Dan Pengolahan Hasil Tanaman Perkebunan. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember.

Muhuria, La. 2003. Strategi Perakitan Gen-gen Ketahanan Terhadap Hama. Pengantar Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor.

RPKK. 2005. Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Widoretno, Wahyu. 2019. Biologi Reproduksi Tumbuhan – Perbanyakan Vegetatif Tanaman. Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya Malang.


Download filenya disini>>

0 comment:

Posting Komentar